About

Senin, 30 September 2013

KETIKA MAKAN MULAI HAMBAR, Rumah Yatim

Acara makan malam itu berlangsung hambar. Padahal restoran tempat suami istri itu bersantap sudah dipesan secara khusus. Tak ada pelanggan lain, hanya mereka berdua yang ada di restoran dengan cita rasa masakan bertaraf internasional itu.

Si istri menghentikan makannya dan bertanya kepada si suami, “Kenapa kau tidak makan?”

“Akhir-akhir ini, mengapa makanan apa pun yang kusantap tak lagi terasa nikmat? Padahal kita sudah makan di restoran mewah. Kita pun sudah memesan masakan yang paling lezat,” keluh si suami. “Dahulu makanan kita sederhana saja, bahkan untuk mendapatkannya susah. Tapi mengapa ketika itu rasanya sangat nikmat?” keluhnya lagi sambil mengaduk-aduk makanan di piring tanpa semangat

Istrinya berkata, “Kita mampu membeli makanan lezat, tapi kita tak sanggup membeli nikmatnya makan.”

“Rasanya tidak ada yang salah pada diriku. Aku sudah mencari uang dengan cara yang halal. Seharusnya aku dapat menikmati hidangan ini. Lagi pula perutku memang lapar. Kini makan bagiku seperti rutinitas saja, tak ada kenikmatan di dalamnya,” si suami berterus terang.

Istrinya pun terbayang masa-masa lalu, saat rumah tangga mereka masih kesusahan. Dia beserta anak-anaknya menanti si suami di rumah dengan perut keroncongan. Hingga larut malam suaminya baru pulang dengan membawa sebungkus nasi untuk dimakan bersama. Tentu saja sebungkus nasi itu tidak cukup, tapi sungguh terasa nikmat.

Pagi-pagi mereka mulai berhemat. Kalau ada uang mereka membeli singkong goreng untuk mengganjal perut hingga siang. Jika tidak ada, mereka cukup meminum teh pahit hangat. Meskipun begitu, teh pahit itu terasa nikmat sekali di perut mereka yang kelaparan. Dalam kondisi serba kekurangan, selalu ada kebahagiaan di meja makan mereka.

Semua kenikmatan itu berangsur-angsur hilang. Semenjak karier suami meningkat, rezeki pun berlimpah ruah. Anak-anak bisa sekolah dan kuliah di luar negeri. Soal makan tentu sudah bukan masalah lagi. Hampir setiap hari mereka bisa makan direstoran.

“Keberkahan, suamiku! Ya, keberkahanlah yang telah hilang dari hidup kita. Dulu kita mendapatkannya dengan susah payah sehingga makanan murah pun terasa lezat.

Kini kita mendapatkannya dengan amat mudah, tapi kita kehilangan kenikmatannya,” si istri berkata lirih.

‘Apakah kita harus miskin lagi supaya merasakan nikmatnya makan?” ucap si suami dengan gusar dan sedikit emosi.

Untuk beberapa waktu istrinya terdiam. Bukan karena takut, melainkan merenungi hakikat kebahagiaan. Ternyata makanan lezat belum tentu membahagiakan.

Setelah berpikir, si istri kembali buka suara, “Aku kira kita tidak perlu menjadi miskin lagi. Toh, memiliki kekayaan banyak manfaatnya. Kita bisa meringankan penderitaan orang-orang yang tak punya.”

Lalu si istri menawarkan solusi, “MungkIn kita bisa berbagi makanan dengan orang-orang yang kelaparan. Sekali-sekali kita juga perlu makan di tempat-tempat yang memprihatinkan. Kita harus mencoba makan bersama mereka yang kurang beruntung.”

“Tidak ada salahnya mencoba. Siapa tahu ada hikmah yang bisa kita dapatkan,” jawab suaminya. Meski rezeki kita halal, tapi ada hak-hak orang lain di dalamnya. Dalam makanan kita juga ada hak mereka yang kelaparan. Maka suami istri itu pun meniru Umar bin Khattab yang pernah menggendong sekarung gandum ke gubuk seorang janda tua yang kelaparan bersama anak-anaknya yang masih kecil. Suami istri itu pun mencari anak-anak yang telantar dan memberi mereka makanan yang layak. Semula mereka jijik makan bersama warga kolong jembatan. Lambat laun mereka justru merasakan kenikmatan yang pernah hilang.

“Tak terhitung nikmat Allah yang kita peroleh. Saking banyaknya kita lupa bersyukur. Perut kita pun tak mampu lagi menampung semua rezeki ini. Dengan berbagi kita lebih mensyukuri nikmat Allah,” ujar si suami dengan wajah sumringah.

Kenikmatan itu mudah dirasakan setelah bersusah payah. Nikmatnya rejeki akan terasa saat kita mau berbagi dengan mereka yang kurang beruntung. Orang beriman lebih mementingkan kebahagiaan jiwa daripada kebahagiaan fisiknya. Berbagilah sebanyak-banyaknya, niscaya kebahagiaan akan datang lebih banyak lagi.

By : MOTIVATOR IDEOLOGIS, WhatsApp 087885554556 = JALUR CURHAT TANPA BATAS
-----------------------------------
MULIA KITA DENGAN MEMBERI, ABADIKAN YANG TERSISA DENGAN SEDEKAH bersama http://www.rumah-yatim-indonesia.blogspot.com/
------------------------------------
Rekening Rumah Yatim Indonesia

Bank BCA :
054 0766 100 Cabang Tasikmalaya atas nama Yayasan Rumah Yatim Indonesia

Bank MANDIRI :
131 0010 47 1011 Cab.Tasikmalaya, atas nama Yayasan Rumah Yatim Indonesia

Bank MUAMALAT:
151 001 9138 Cab.Tasikmalaya, atas nama Yayasan Rumah Yatim Indonesia

Bank SYARIAH MANDIRI :
70 323 61 948 Cab.Tasikmalaya, atas nama Yayasan Rumah Yatim Indonesia

Bank BNI :
0244 928 496 Cab.Tasikmalaya, atas nama Rumah Yatim Indonesia

BNI Syari'ah :
65 235 181 41 Cab.Tasikmalaya, atas nama Rumah Yatim Indonesia

Bank BRI :
01000 1055 2255 02 Cab.Tasikmalaya, atas nama Yayasan Rumah Yatim Indonesia

Bank bjb :
001 777 8552 100 Cab.Tasikmalaya, atas nama Yayasan Rumah Yatim Indonesia

Bagi Anda YANG INGIN konfirmasi silahkan SMS atau Hubungi ke 081313999801 atau 087885554556

0 komentar:

Posting Komentar

"Tolong jangan memberikan komentar yang menusuk di hati lalu tembus di jantung admin" :-)