About

Sabtu, 04 Januari 2014

ARTI SEBUAH TOGA, Rumah Yatim

Sahabat, kadang kita merasa begitu bangga terhadap sebuah Prestasi atau kesuksesan yang menjadi impian kita, salahkah ? Oh tidak, tapi jika kita berhenti pada kebanggan dan hasil yang telah kita capai itu, maka sebenarnya kita telah menanam KERENDAHAN dalam diri kita, kok gitu sih ?

Ya, segala bentuk prestasi dan kesuksesan yang tidak kita maksimalkan untuk tujuan memuliakan Islam dan Kaum Muslimin adalah DUNIA, Dunia itu memiliki makna BENAR-BENAR RENDAH.

Lawan dari kata Rendah adalah TINGGI atau disebut dengan ISLAM = ya'lu wala yu'la 'alaih = Tinggi yang tak tertandingi ketinggiannya.

Maka segala upaya dalam rangka memuliakan Islam dan Kaum Muslimin adalah KETINGGIAN yang tak tertandingi.

Jadi jangan pernah berbangga dulu atas prestasi dan kesuksesan yang telah kita raih, sebelum kita bertanya kepada diri kita "UNTUK APA SEMUA ITU ?"

---------
Laila tidak pernah mengenal kuttab desa (Sekolah Agama/Madrasah Diniyah) seperti kebanyakan anak-anak. Karena ia adalah anak seorang tuan besar. Ayahnya menganggapnya sebagai ”primadona” rumah mereka. Ia biasa memandang ke arah desa dan anak-anak di sana dari sebuah “menara gading”. Ia telah membuat sebuah pembatas psikologis yang menakutkan dengan anak-anak itu. Pagar istananya yang tinggi itu menggambarkan kesombongan para penghuninya.

Ayah Laila menyewakan seorang guru bahasa asing untuk Laila. Sedangkan soal pakaian, maka pakaiannya khusus didatangkan dari Pierre Cardin dan Cristian Dior. Lalu Sekolah Saint George adalah tempat belajar pertamanya.

Laila tumbuh semakin dewasa. Ia benar-benar telah terwarnai dan dipenuhi dengan kekaguman pada peradaban Barat. Dan ketika ia mendapatkan beasiswa dari kampus untuk berangkat ke Sorbonne, judul tesis yang ia pilih adalah Urgensi Pemikiran Barat dalam Membangun Peradaban Manusia”!!! Dan ia berhasil menyelesaikannya.

Selama empat tahun di Sorbonne, ia berhasil menyelesaikan tesisnya. Tidak terbayangkan, betapa sering ia bermimpi memasuki acara wisuda kelulusannya, toga wisuda dan foto kenang-kenangannya. Ah, kini tiba waktunya untuk membeli pakaian dan toga wisuda untuk momen terpenting di sepanjang sejarah studinya.

Ia turun ke jalan-jalan Kota Paris untuk membeli pakaian dan toga wisudanya. Dan saat ia berjalan pulang, ia singgah menemui sahabatnya, Anne, agar ikut serta merasakan kegembiraannya. Entah mengapa, Anne tiba-tiba bertanya padanya; “Apakah engkau tahu, wahai Lailah, kisah asal-muasal toga ini?”

“Tidak. Aku tidak pernah bertanya pada diriku sendiri sekalipun tentang itu. Yang aku tahu adalah bahwa ini merupakan salah satu budaya Barat.,”jawab Laila.

“Tidak, Laila. Dahulu universitas-universitas Andalusia yang muslim pernah menjadi pusat-pusat ilmu dan peradaban di Barat. Para lulusannya -yang merupakan orang-orang Barat dengan bangga mengenakan jubah Arab yang mirip dengan pakajan wisuda ini, agar mereka bisa dibedakan dan dianggap sebagai bagian dari kalangan istimewa di tengah masyarakat Eropa dengan ilmu dan peradaban yang telah mereka pelajari dari para sarjana-sarjana Muslim. Hingga akhirnya pakaian itu kemudian menjadi budaya Barat,” papar Anne.

Jawaban itu seperti sebuah hantaman keras bagi Laila! Yah, dia yang telah menghabiskan hidupnya sejak kecil dalam pelukan sekolah-sekolah berpemikiran Barat mulai “Saint George” hingga “Sorbonne”.

Laila mengangguk-anggukkan kepalanya dan berkata: Jadi dari kami semuanya berasal??! Kamilah yang menjadi pondasi peradaban manusia??!

Ia teringat pada kata-kata neneknya: “Wahai anakku, kepribadian Islam itu adalah kepribadian yang lurus.”

Laila kembali dari Sorbonne dengan membawa ijazah magisternya. Namun hatinya sesak mengingat kekuasaan Andalusia yang hilang. Sesak karena telah melewati tahun-tahun yang panjang untuk meneliti tentang urgensi pemikiran Barat.

Laila akhirnya kembali tapi dengan pemikiran yang baru, dan sebuah misi baru. Misi itu adalah bagaimana mengajari mahasiswi-mahasiswinya di Universitas tentang urgensi pemikiran Islam dalam membangun peradaban kemanusiaan dan bagaimana menghindarkan anak-anak kita dari sisi-sisi negatif yang selama ini kita terjatuh di dalamnya.

Laila akhirnya kembali dan ia tidak lagi pernah memandang kuttab-kuttab itu dari menara gadingnya. Ia kini memandangnya dengan pandangan penuh penghormatan dan penghargaan.

Hari-hari berlalu. Laila kini telah menikah. Dan ia akhirnya mengirim anak-anaknya belajar di kuttab itu, agar mereka kelak dapat mengembalikan kejayaan nenek moyang mereka.
-----------------
Saat ini juga mari kita terlibat aktif dalam segala upaya memuliakan Islam dan Kaum Muslimin bersama Rumah Yatim Indonesia dalam berbagai Program Amal Sholeh di :

https://www.facebook.com/media/set/?set=a.10152102372357008.1073741846.54017882007&type=1

By : MOTIVATOR IDEOLOGIS,
JALUR CURHAT TANPA BATAS
PIN BB : 75AEDD52
WhatsApp : 08788 555 4556
-----------------------------------
MULIA KITA DENGAN MEMBERI, ABADIKAN YANG TERSISA DENGAN SEDEKAH bersama http://www.rumah-yatim-indonesia.blogspot.com/
------------------------------------

Rekening Rumah Yatim Indonesia

Bank BCA :
054 0766 100 Cabang Tasikmalaya atas nama Yayasan Rumah Yatim Indonesia

Bank MANDIRI :
131 0010 47 1011 Cab.Tasikmalaya, atas nama Yayasan Rumah Yatim Indonesia

Bank MUAMALAT:
151 001 9138 Cab.Tasikmalaya, atas nama Yayasan Rumah Yatim Indonesia

Bank SYARIAH MANDIRI :
70 323 61 948 Cab.Tasikmalaya, atas nama Yayasan Rumah Yatim Indonesia

Bank BNI :
0244 928 496 Cab.Tasikmalaya, atas nama Rumah Yatim Indonesia

BNI Syari'ah :
65 235 181 41 Cab.Tasikmalaya, atas nama Rumah Yatim Indonesia

Bank BRI :
01000 1055 2255 02 Cab.Tasikmalaya, atas nama Yayasan Rumah Yatim Indonesia

Bank bjb :
001 777 8552 100 Cab.Tasikmalaya, atas nama Yayasan Rumah Yatim Indonesia

Bagi Anda YANG INGIN konfirmasi silahkan SMS atau Hubungi ke 081313999801 atau 087885554556

0 komentar:

Posting Komentar

"Tolong jangan memberikan komentar yang menusuk di hati lalu tembus di jantung admin" :-)