About

Rabu, 31 Juli 2013

CARA INDAH MENGHUKUM ANAK !, Rumah Yatim

Seringkali kita mengeluhkan kenakalan anak-anak kita, “ duh, anak saya ini kalo dinasehati susah nurutnya, bagaimana sih caranya supaya anak saya nurut ketika dinasehati, apa mesti dipukul dulu supaya nurut ? “.


Sahabat, mendidik anak itu indah dan menyenangkan, mengapa harus dengan kekerasan ? bukankah anak kita itu salah satu investasi yang sangat menggiurkan yang mampu membahagiakan kita ketika kita di Alam Penantian ( Alam Barzah ) bahkan hanya anak kitalah yang mampu menyematkan Lencana Penghargaan yang tiada tara di Akhirat kelak, ah masa sih ?, bukankah Rosulullah SAW suruh memukul anak kita ketika dia gak mau Sholat ? benar gak salah, tapi coba deh kita cermati narasi Haditsnya


Dari Amru bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya berkata, Rasulullah saw bersabda, “Perintahkanlah anak-anakmu shalat sementara mereka berumur tujuh tahun dan pukullah karenanya sementara mereka berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah di antara mereka di tempat tidur.” (HR. Abu Dawud).


ada tenggang waktu 3 tahun sebelum kita memutuskan untuk memukul, kalo dia kita perintah sholat gak mau juga sholat, artinya apa? sebelum kita memarahi, mancaci, menghakimi dan memukul anak kita kita disuruh berfikir 3 tahun dulu sebelum fonis itu kita jatuhkan, kita disuruh menganalisis dulu secara mendalam selama 3 tahun “ Mengapa anak kita gak taat Aturan ?

Ada satu kisah yang menarik yang bisa kita jadikan pelajaran sebelum kita memutuskan menghukum anak kita dengan kekerasan.


Pada suatu hari Dr.Arun Gandhi, cucu Mahatma Gandhi memberi ceramah di Universitas Puerto Rico, ia menceritakan kisah hidupnya sebagai berikut :


Waktu itu ketika saya masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama orangtua di sebuah Lembaga yang didirikan oleh Kakek saya, ditengah kebun tebu, 18 mil diluar kota Durban, Afrika Selatan. Kami tinggal jauh di Pedalaman dan tidak memiliki tetangga. Tak heran bila saya dan dua saudara perempuan saya sangat senang jika ada kesempatan pergi ke kota untuk berlibur dan mengunjungi teman atau memonton bioskop .


Ketika ayah meminta saya untuk mengantarkan beliau ke kota untuk menghadiri konferensi seharian penuh, saya sangat gembira mendapatkan kesempatan itu. Tahu bahwa saya akan pergi ke kota, ibu memberikan tugas belanja dan memberikan daftar belanjaan yang beliau perlukan. Demikian juga ayah meminta saya mengerjakan beberapa pekerjaan yang tertunda, seperti memperbaiki mobil di bengkel ketika sampai di kota nanti.


Pagi itu setiba di tempat konferensi, ayah berkata, " Ayah tunggu kau disini jam 5 sore, lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama ".


Segera saja saya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan Ayah dan Ibu, kemudia saya mencuri waktu pergi ke Bioskop, wah saya benar-benar terpikat dengan dua permainan John Wayne sehingga lupa akan waktu, begitu melihat jam menunjukkan pukul 17.30, saya langsung lari menuju bengkel mobil dan buru-buru menjemput Ayah yang sudah menunggu saya, saat itu sudah hamper pukul 18.00 !!!


Dengan gelisah Ayah bertanya kepada saya, " Kenapa kau terlambat, nak ? ". saya sangat malu untuk mengakui bahwa saya menonton bioskop, sehingga saya menjawab, " maaf yah, tadi mobilnya belum siap, sehingga saya harus menungg ". padahal tanpa sepengetahuan saya , ayah telah menelpon bengkel mobil itu. Dan ayah tau kalau saya berbohong. Lalu Ayah berkata, " Ada sesuatu yang salah dalam membesarkan engkau anakku, sehingga engkau tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran kepada Ayah, untuk menghukum kesalahan Ayah ini, biarkanlah Ayah pulang berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik-baik ".


Lalu dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya, ayah mulai berjalan kaki pulang kerumah. Padahal hari sudah mulai gelap dan jalanan sama sekali tidak rata. Saya tidak tega meninggalkan ayah, maka selama lima setengah jam, saya mengendarai mobil pelan-pelan di belakang beliau.


Saya melihat dan merasakan penderitaan yang dialami beliau hanya karena kebohongan bodoh yang saya lakukan, maka sejak itu saya tidak pernah berbohong lagi, seringkali saya berfikir mengenai kejadian ini dan mendapatkan pelajaran yang sangat menghunjam nurani saya. Seandainya saat itu ayah menghukum saya, sebagaimana orang-orang menghukum anak-anak mereka, maka apakah saya akan mendapat sebuah pelajaran mengenai mendidik tanpa kekerasan ? kemungkinan saya akan menderita atas hukuman itu, menyadarinya sedikit dan melakukan hal yang sama lagi. Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa kekerasan yang sangat luar biasa itu sehingga saya merasa kejadian itu masih terasa baru kemarin terjadi. Itulah kekuatan bertindak tanpa kekerasan.


Bagaima dengan kita ? pernahkah kita menghukum diri kita dulu sebelum kita menghukum anak-anak kita ?

By : Motivator Ideologis

0 komentar:

Posting Komentar

"Tolong jangan memberikan komentar yang menusuk di hati lalu tembus di jantung admin" :-)